Definisi “Maaf dan Ayo Memulai Kembali”

Persepsi antar generasi, gender, hingga antar manusia terkait permintaan maaf dan memulai kembali ternyata sangat berbeda.

Ada pihak yang menilai, “Ya iyalah buat apa dibahas yang dulu-dulu. Yang terpenting masa kini”.

Sementara ada pihak lainnya, yang justru merasa “Jika ingin kembali, jika ingin membuat semua hal menjadi harmonis, kenapa begitu sulit menjelaskan yang lalu? Salah paham ini tidak semestinya dilanjutkan di masa depan. Kenapa memilih kembali, jika tak sanggup menurunkan ego?”

Continue reading “Definisi “Maaf dan Ayo Memulai Kembali””

Lagu yang Mungkin Ingin Kamu Dengar di Kedai Kopi Usai #PandemiBerlalu

Semester I-2021 hampir segera berlalu, tetapi kabar mengenai pandemi covid-19 masih terus mengintai hidup kita – bahkan, masyarakat di dunia.

Namun boleh lah kita berandai-andai terlebih dahulu, semua “badai” ini dapat segera berlalu.

Nah, kalau sudah berlalu, apa sih kegiatan yang paling kita rindukan?

Kalau saya, pastinya ngetik di kedai kopi. (Ok, “ngetik” banget :p)

Saya rindu nuansa yang diciptakan kedai kopi. Tentunya, kedai kopi yang pencahayaanya ngga silau, ke arah cahaya yang kuning hangat kali ya. Lalu suara ketikan keyboard laptop saya atau “tetangga”, serta musik yang asik.

Terus, hal yang pasti, rasa kopinya juga ngga cuma kaya susu sama air lelehan es batu, terus pait-pait dikit yaa :p

Nah, berbicara mengenai musik. Saya coba kumpulkan beberapa lagu, dari berbagai bahasa yang tampaknya cukup asik untuk kita dengar pertama kali atau dengar kembali setelah sekian lama di sela-sela kunjungan kita di kedai kopi.

Apa aja lagunya? SImak sebagai berikut 😀

Antara Anyer dan Jakarta – Myta & Karina Salim (Cover)

Lagu lawas ini memang dasarnya sudah enak, tapi ketika mendengar versi cover Myta & Karina saya sedikit tertegun dengan harmonisasi suara mereka berdua. Di samping itu, keduanya juga memberikan sedikit sentuhan yang berbeda, jadi ngga mengekor gaya bernyanyi Sheila Majid yang sudah melegenda 😀

Sumber: Youtube. Myta.
Continue reading “Lagu yang Mungkin Ingin Kamu Dengar di Kedai Kopi Usai #PandemiBerlalu”

Hey! Mr. Sun

Hey! Mr. Sun

Genap sudah dua hari langit sore terus dihiasi oleh awan kelabu.
Padahal ku menanti, sambil menebak-nebak, seperti apakah warna langit senja hari ini?
Apakah berwarna jingga? Apakah justru seperti lilac? Atau malah tampak seperti cornflower blue?

Oh, oke.. Aku terkesan sok pandai sekali yah atau menyombong.
Padahal, aku mungkin bisa tinggal mengatakan jingga, ungu muda, atau biru muda.

Tapi, tentunya kau tahu kan semuanya tak bisa di sama ratakan. Setidaknya oleh orang sepertiku.

“Terlalu mendetail,” begitu ujarmu setiap aku menjelaskan segala sesuatu atau mempertanyakan sesuatu.

Pertanyaanmu yang sederhana juga terkadang berujung menjadi argumen di antara kita.
Tak ada penutup dari argumen itu, karena seperti itu adanya kita.

Tapi tahu kah kau, kalau kita tak pernah benar-benar bertengkar.
Kita hanya mencari alasan untuk “berbincang”
di tengah keadaan bahwa kau dan aku tak pernah sama-sama saling memahami satu sama lain.

Hey! Mr. Sun

Kau adalah bagian dari misteri hidup yang tak kunjung terungkap.
Tahu kah kau, kalau selama ini aku selalu bertanya kepada-Nya,
Mengapa mengasihimu tak bisa sesederhana yang semestinya?

Continue reading “Hey! Mr. Sun”

Menerka Arti Waktu Yang Sementara

2019 mengajarkan saya untuk memilih.

2020 mengajarkan saya untuk bersabar.

dan 2021 mengingatkan saya, semuanya hanya sementara.

…..

Belum genap dua bulan sejak 2021 dimulai, tapi saya sudah merasa kembali diingatkan bahwa hidup ibarat kita menaikki kereta.

Di sela perjalan, kita bisa berjumpa, bercakap, dan menjadi dekat. Namun jika tujuan berbeda arah, pada waktunya kita harus mengucap salam.

Momen berpamitan bisa terasa khidmat. Penuh persiapan. Tetapi bisa juga seketika terjadi begitu saja.

Continue reading “Menerka Arti Waktu Yang Sementara”

Kita Tak Pernah Tahu, Kapan Bertemu & Kapan Berpisah

foto by @kaniadevie , quote by Jenny Han
from “It’s Not Summer Without You”

Nenek gue, yang biasa kita panggil Emak, sudah meninggal 19 tahun yang lalu. Tapi setiap ada apa-apa sama salah satu om gue, dia suka “datang” ke mimpi nyokap. Ngga hadap-hadapan. Tapi duduk, ngebelakangin nyokap.

Selalu posisi duduk di bangku yang sama. Pakai kebaya. Sama persis dandanan nenek gue di mimpi dengan keseharian dia dulu. Rambut di sasak dikit dan dijepit bagian pinggirnya.

Nyokap pun, ngaku, pernah sekali waktu nenek gue ngga dateng di mimpi. Tapi dateng langsung. Iya langsung. Tapi posisinya sama seperti di mimpi.

Bersuara tapi di kepala nyokap. Ngga bener-bener kaya kita, manusia ngomong satu sama lain.

Continue reading “Kita Tak Pernah Tahu, Kapan Bertemu & Kapan Berpisah”

Aktivitas yang Dirindukan, Tapi Terhalang Pandemi Covid-19


Memasuki November 2020, seperti yang kita tahu pandemi covid-19 juga belum berakhir. Masyarakat kita dan warga di belahan dunia lainnya masih harus berjuang menjalani hidup dengan “mau tak mau” berdampingan dengan pandemi tersebut.


Tentunya, banyak pihak yang merasa tahun ini “Kok rasanya cepat berlalu?” atau “Sial, tahun ini gue cuma begini-begini aja”.


Tanpa lupa dan bermaksud mengurangi rasa syukur, saya dan keluarga masih diberkahi rezeki dan kesehatan — kali ini saya ingin sekadar merenung dan mengingat beberapa aktivitas yang dulu terkesan biasa, tapi nyatanya luar biasa.


Pasalnya, kini hal tersebut berada di antara mungkin, tapi juga tak mungkin… Mengapa? Karena jika tetap dilakukan berisiko atau mungkin dilakukan, tapi dengan nuansa yang baru. Nuansa “kenormalan baru” atau kerapkali kita kenal dengan “new normal”.

Lantas apa saja sih?

Okeee, simak yah!

#1 Mencari lham di Kedai Kopi

Kaniadevie. Oktober. 2020

Ya, untuk satu ini sepertinya kita masih bisa selama taat menjalankan protokol kesehatan. Cuma masalahnya, nuansa yang dirasakan jelas berbeda.

Siapa sih yang ingin berlama-lama duduk di kedai kopi, sambil memikirkan dirinya bisa berisiko terpapar virus dari pengujung yang tak dikenal?


Atau, semisalnya berusaha nyaman dengan berbincang dengan kawan, pastinya pun jauh di dalam hati agak lelah dengan aktivitas pakai dan buka masker saat menyeruput minum atau makan.


Selanjutnya, hal yang utama, apa bisa pikiran jernih dan hati kita tenang saat mendengarkan lagu atau meresap minuman yang kita pesan? Di saat kita ingat virus juga bukan suatu hal yang bisa dilihat kasat mata — tanpa alat.


Kalau saya, tak munafik saya pernah kok ke kedai kopi di masa pandemi ini. Tiga kali ke kedai kopi, yang berlokasi di lobi kantor (hahaha). Serta, dua kali di kedai kopi yang berbeda untuk berjumpa dan berbincang dengan kawan saya.


Saya menikmati minuman yang saya pesan dan momen di sana. Karena saya tak punya keahlian meracik kopi seperti para barista. Lalu, yang utama, saya juga rindu berbincang “abcdfg” dengan kawan saya yang lama tak bersua.


Tapi masalahnya, saya tidak mendapatkan kesan yang sama seperti yang biasa saya rasakan saat memasuki kedai kopi, jauh sebelum badai pandemi menyapa.

Continue reading “Aktivitas yang Dirindukan, Tapi Terhalang Pandemi Covid-19”

Rekomendasi Drama Edisi #diRumahAja : Reply 1994

REP cover
Reply 1994 (2013), Korea Selatan

Menolak lupa akan masa lalu, jadi salah satu tema yang diangkat semua seri “Reply”. Dari Reply 1997, Reply 1994, hingga Reply 1988.

Semuanya menawarkan alur maju mundur. Menceritakan mengenai perjalanan tokoh cerita, dari remaja ingusan atau kayanya lebih enak kita sebut aja ABG yaa… Anak baru gede (prikitiww).

Dari perjalanan hidup mereka semasa sekolah atau kuliah, hingga akhirnya menemukan fase hidup yang dicari: Profesi & Pasangan.

Namun seri “Reply” yang paling berkesan bagi saya, bukan lain, yah Reply 1994 ini. Ketawa? Dapat. Bahagia? Ada. Sedih? Banget. Merana? Iyes. Rindu? Iyaaaa dan masih #ehh..

Haha, pokoknya, Reply 1994 layaklah untuk dijajal dan bakal ketagihan :p

Premis yang ditawarkan seri Reply 1994 ini, masih sama dengan pendahulunya, Reply 1997, yakni kisah persahabatan dan cinta remaja. Pembedanya, tokoh di drama ini merupakan penghuni kost-kost’an dan keluarga pemilik kost tersebut.

Anak bungsu yang fangirl dan emosinya suka menggebu-gebu. Kakak yang sembrono di rumah, tapi nyatanya calon dokter yang cukup kompeten di angkatannya. Serta, tokoh ibu dan ayah yang asli lawak banget.

Oh iya, ibu kostnya ini hobi masak. Saking sukanya, setiap hari dia masak dengan porsi yang layak untuk momen arisan :p — padahal penghuni rumahnya ngga sampai 10 orang.

makan besar

Continue reading “Rekomendasi Drama Edisi #diRumahAja : Reply 1994”

Dia. Cinta. Jodoh.

Masa alay itu banyak sih, tapi yang paling ngga bisa gue lupain itu masa alay pas kuliah. Mungkin gue kepalang mimpi di siang bolong, tapi kadang hidup menawarkan mimpi yang kita sendiri ngga kepikir kalau dia bakal datang: tok tok tok. Masuk. Tapi habis itu pulang.

Eh, ngga pulang. Tepatnya merantau. Nyari rumah.

Padahal, kita udah tawarin rumah.
(yah, betul. Rasanya ingin langsung nyanyi kan… lagu Amigdala – ku kira kau rumah)

Cuma namanya nasib. Kalau bukan rezeki kita, mau jungkir balik kaya apa. Ngga bakal ada apa-apa.

Sama kaya perasaan, mau sebesar apapun rasa yang kita simpan buat seseorang, kalau dia ngga suka, mau gimana?

Yah, kurang lebih itu yang gue alami.

Suka sama orang. Lama ngga ketemu. Terus ketemu lagi, tapi akhirnya patah hati.

Continue reading “Dia. Cinta. Jodoh.”